Reflectie interactieontwerp week 6

Begin deze week was het hoorcollege van de gastdocent. Wat ik erg interessant vond om te horen waren de verschillende modellen om prototypes te maken, maar vooral hoe elk model dan ook een losstaand…

Smartphone

独家优惠奖金 100% 高达 1 BTC + 180 免费旋转




Resah dan Gelisah Uang Kuliah

Oleh Exca Vivaldo

Cukup mahasiswa saja yang gelisah, Mendikbud jangan. Akhir-akhir ini Mendikbud RI, Nadiem Makarim, tak ubahnya seperti buronan dengan kejahatan tingkat tinggi di mata para mahasiswa. Bagaimana tidak, sejumlah mahasiswa telah dibuat resah dan gelisah akibat sang menteri yang urung jua menyelesaikan masalah terkait Uang Kuliah Tunggal (UKT) di tengah kondisi yang serba susah.

Sabar saja tentu tidak cukup. Sejumlah mahasiswa pun akhirnya menumpahkan kekecewaannya dalam sepucuk surat audiensi terbuka pada Mendikbud RI untuk segera menuntaskan sengkarut soal UKT per tanggal 2 Juni 2020 lalu. Tapi sayangnya, hingga tulisan ini saya buat sang menteri pun belum berani menunjukan batang hidungnya di hadapan publik.

Dilema UKT Kuliah yang Salah Kaprah

Jika normalnya UKT digunakan sebagai biaya administrasi untuk mengikuti kegiatan perkuliahan, namun tampaknya para pemanngku kepentingan masih tetap keukeuh menyamakannya di tengah wacana new normal yang notabene pendapatan para orangtua mahasiswa masih belum begitu normal.

UKT memang menjadi syarat bagi mahasiswa untuk dapat mengikuti perkuliahan sekaligus sumber penghidupan bagi kampus itu sendiri. Namun keberadaannya kini justru jadi masalah baru di tengah pandemi Covid-19 ini. Mengapa demikian, hal itu dikarenakan para mahasiswa merasa keberatan dengan besarnya UKT yang tetap disamakan tarifnya dengan kondisi sebelum datangnya pandemi ini.

Mekanisme perkuliahan yang dilakukan secara daring yang dalam realitanya tak diikuti oleh semua dosen membuat para mahasiswa pun kian sakit hati. Lalu, untuk apa mahal-mahal bayar kuliah tapi mereka tak menikmati fasilitasnya? Bukankah semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak adalah salah satu jaminan yang diberikan negara? Atau mungkin saya yang salah memaknainya? Pokoknya, begitulah kurang lebihnya.

Dalam kondisi seperti ini, uluran tangan dari pihak kampus adalah salah satu obat terbaik bagi para mahasiswa selain vaksinnya Bill Gates yang katanya ampuh menjadi penawar Covid-19 yang entah bagaimana caranya hal itu musti terealisasi.

Mahasiswa Inginnya Gratis, Kebijakan Mendikbud Tidak Logis

Tagar #MendikbudDicariMahasiswa sempat menjadi trending topic di linimasa Twitter beberapa waktu lalu sebagai bentuk protes para mahasiswa atas tetap diberlakukannya UKT pada Mendikbud RI, Nadiem Makarim.

Selaku regulator, mestinya Mendikbud RI, Nadiem Makarim, yang dikenal sebagai menteri milenial di Kabinet Pemerintahan Jokowi-Ma’ruf ini harusnya mampu memberikan kebijakan yang kekinian dan menyenangkan dan bukannya malah menyakiti hati para calon cendekiawan masa depan bangsa.

Saya yang selaku pensiunan mahasiswa pun merasa tercengang terkait adanya kebijakan yang kurang memihak ke teman-teman mahasiswa ini yang seolah memberangus mimpi mereka dengan biaya UKT yang bukannya berkurang tapi justru malah naik di kondisi yang serba sulit ini.

Sepemahaman saya, pemerintah yang mana dalam hal ini adalah Mendikbud RI, harusnya mampu menangkap aspirasi mahasiswa yang tengah sulit bertahan hidup di tengah pandemi Covid-19 ini akibat kiriman orangtua yang mandeg dimana orangtuanya dirumahkan, di-PHK, disunat gajinya, dsb. Dan dengan segala kondisi yang demikian, apa masih mungkin mampu bayar kuliah?

Pemberian relaksasi merupakan satu-satunya jalan untuk mengatasi kemelut UKT yang telah mampu menenggelamkan karisma sang menteri usai surat terbuka dialamatkan padanya.

Mahasiswa, Engkau yang Belajar, Engkau pula yang Dihajar

Harusnya di bulan-bulan ini banyak adik-adik tingkat saya di kampus yang semestinya menjalani proses wisuda. Memang sempat ada kabar yang dihembuskan jika wisuda konvensional nanti akan digantikan dengan wisuda virtual. Namun, apapun jenis wisudanya, relaksasi UKT harus jadi tujuannya.

Mahasiswa harus punya idealisme dan jati diri meski urusan kuota internet, bayar kost bulanan, makan, dan desakan membayar UKT tetap tidak bisa dikesampingkan dengan berbagai macam dalihnya.

Bayangkan, jika ada seorang mahasiswa yang tinggal diperantauan, untuk pulang kampung saja tidak diizinkan, namun bayar UKT tetap jalan, apa jadinya hidup mereka?

Seharusnya tak ada kata lain selain relaksasi UKT sebagai bentuk kepedulian mereka pada banyak mahasiswa yang orangtuanya jadi ‘korban’ pandemi Covid-19 dan bukannya malah mengambil kesempatan ditengah kesempitan dengan terus menagih UKT mereka. Bukankah salah satu tri darma perguruan tinggi adalah pengabdian masyarakat? Justru inilah saatnya bagi para perguruan tinggi untuk mengimplementasikannya.

Duhai mahasiswa, engkau yang belajar, engkau pula yang kini dihajar. Panjang umur perjuangan!

Add a comment

Related posts:

The Problem

I recently ran into a bug with my Python code that was the result of the last thing I would suspect: rounding. Here’s how to avoid making the same mistake. Basically, I expected the round() function…

Como Trabalhar na Hotmart do Zero

Prazer me chamo Douglas Henrique e sou especialista em Marketing Digital , criei este Artigo para explicar a você como dar os primeiros passos na plataforma HOTMART . Para você que está iniciando…

The Pros and Cons of Being a Bus Person

Having a car requires a bit of upkeep and if you’re on the lower end of the economic spectrum, one heavy malfunction can spell disaster. Most people on the lower end of the economic spectrum can’t…